InfoMalangRaya.com – Rasmus Paludan tidak berani menghadiri sidang yang digelar di kota Malmo pada Senin, dan memilih untuk hadir melalui panggilan video online dari lokasi rahasia.
Paludan, seorang politisi sayap kanan Denmark-Swedia yang dikenal karena membakar salinan Al-Quran di Swedia, didakwa dengan tuduhan penghasutan terhadap kelompok etnis, menurut media lokal.
Paludan, pemimpin partai politik Denmark Stram Kurs (Garis Keras), adalah orang pertama yang diadili di Swedia atas kasus pembakaran Al-Quran di negara tersebut.
Persidangan berlangsung di pengadilan distrik di Malmo, tetapi pria berusia 42 tahun itu menolak untuk hadir secara langsung, dengan alasan masalah keamanan jika dia melakukan perjalanan ke kota di Swedia selatan itu. Sebagai gantinya, ia berpartisipasi melalui sambungan video dari sebuah lokasi rahasia di Swedia.
Menurut lembaga penyiaran nasional SVT Nyheter, Paludan menghadapi dua dakwaan penghasutan terhadap kelompok etnis dan satu dakwaan penghinaan, terkait dengan pertemuan publik yang diadakan di Swedia pada tahun 2022.
Pada bulan April tahun itu, Paludan mengadakan aksi demonstrasi di mana ia membakar Al-Quran, yang menyebabkan kerusuhan di beberapa kota, termasuk Malmo, Landskrona, Linkoping, dan Orebro. Jaksa menuduh bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuatnya dalam pertemuan-pertemuan publik itu adalah penghasutan terhadap suatu kelompok etnis.
Paludan juga dituduh melakukan serangan verbal bermotif rasial terhadap orang Arab dan Afrika di kegiatan publik lainnya pada tahun 2022, sehingga menyebabkan gugatan penghinaan terhadapnya. Jika terbukti bersalah, dia bisa dihukum hingga enam bulan penjara. Paludan membantah semua tuduhan.
Pembakaran Al-Quran di Swedia dan Denmark, yang dilakukan pada tahun 2023 dengan dalih kebebasan berpendapat, memicu protes besar-besaran di sejumlah negara mayoritas Muslim, bahkan menyebabkan serangan terhadap misi diplomatik.
Sebagai tanggapan, pada bulan Desember Denmark mengesahkan undang-undang yang melarang pembakaran Al-Quran di tempat publik. Namun, Swedia masih mengevaluasi langkah-langkah hukum potensial untuk memberdayakan polisi dalam menolak izin demonstrasi atas dasar keamanan nasional.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) telah mendesak negara-negara anggotanya untuk mempertimbangkan tindakan politik dan ekonomi terhadap Swedia, Denmark, dan negara-negara lain di mana Al-Quran diizinkan untuk dibakar. OKI menyebut aksi pembakaran Al-Quran sebagai “tindakan agresif yang menyebarkan kebencian dan penghinaan terhadap agama-agama, yang mengancam perdamaian, keamanan, dan keharmonisan global.”