InfoMalangRaya – Jumlah anak berusia sekolah yang sudah menyandang status janda di Jawa Timur (Jatim) tergolong tinggi. Hal ini menjadi perhatian serius Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). “Saat ini justru janda usia sekolah atau JUS yang menjadi pekerjaan rumah atau PR bagi kami,” ungkap Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati, dikutip dari laman resmi Dinas Kominfo Provinsi Jatim, Kamis (1/2/2024).
Banyaknya anak usia sekolah yang sudah menjanda tak lepas dari tingginya jumlah pernikahan dini di Jatim, yang berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian. Salah satunya, perceraian usia muda, sehingga cukup banyak jumlah janda usia muda bahkan masih usia sekolah, yang disebut dengan istilah JUS. “Istilah JUS ini kami ambil berdasarkan jumlah wanita yang menjadi kepala keluarga dan itu tercantum di Kartu Keluarga tanpa ada nama suami,” bebernya Dari Data Pendataan Keluarga tahun 2023 lalu, JUS di Jatim dengan usia di bawah 15 tahun sebanyak 856, sedangkan JUS usia 15 hingga 19 tahun jumlahnya sebanyak 2.922. “Mereka menjadi JUS karena terpaksa menikah dini karena kehamilan yang tidak diinginkan. Setelah melahirkan mereka bercerai,” terang Erna. Lebih lanjut, dia menekankan, salah satu dampak negatif pernikahan dini, adalah potensi perceraian yang tinggi. Sebab, mempelai yang masih berusia muda atau masih usia sekolah ini relatif memiliki tingkat emosi yang masih labil dan belum dewasa. Karena itu, ia mengharapkan semua pihak untuk bersama-sama menurunkan dan mencegah praktik pernikahan dini. Pasalnya, kehamilan di usia terlalu muda juga berkaitan dengan persoalan stunting. “Kehamilan yang terjadi pada remaja sangat berpotensi terjadinya kelahiran stunting, ” imbuhnya.
Erna menambahkan untuk itu, melalui program preventif dari hulu juga menjadi program strategis BKKBN sebagai salah satu upaya percepatan penurunan stunting di Jatim. Selain itu, Erna menjelaskan salah satu upaya pencegahan lahirnya bayi stunting adalah calon ibu yang sehat dan terus memperhatikan asupan gizi selama kehamilan. Di kesempatan yang sama, Ketua Kelompok Kerja Insan Jurnalistik Keluarga Berencana (Pijar) Jatim, Siska Prestiwati Wibisono, menyampaikan tanggapannya melihat tingginya data pernikahan dini angka perceraian di Jatim. Pihaknya merasa tergerak untuk bisa memberikan edukasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi sebagai bentuk preventif dari hulu. “Di Tahun 2023 kemarin, kami telah melakukan kegiatan Pijar Jatim Goes to School, dengan melibatkan 600 pelajar MAN Kota Surabaya dan 1000 pelajar SMKN2 Surabaya. Para pelajar ini mendapatkan edukasi kesehatan reproduksi serta resiko yang akan dihadapi bila menjalani pergaulan bebas,” paparnya. Tidak hanya memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi saja, kegiatan Pijar Jatim Goes to School ini juga dilakukan deklarasi stop pernikahan dini agar para pelajar berani mengatakan tidak pada praktik pernikahan dini dengan menjalani pergaulan sehat dan merencanakan kehidupan mereka untuk masa depan.
Leave a comment
Leave a comment