InfoMalangRaya – Bulan Muharram atau biasa disebut Bulan Suro dalam kalender Jawa. Banyak dimanfaatkan masyarakat untuk merawat tradisi warisan leluhur. Salah satunya seperti bersih desa. Bertujuan untuk menghindarkan suatu desa dari mara bahaya.
Salah satu tradisi yang masih terus dilakukan hingga kini adalah Pawon Suro. Tradisi untuk mensucikan desa itu, rutin dilaksanakan masyarakat Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu setiap Bulan Suro.
Kepala Desa Sidomulyo, Suharto menyatakan, Pawon Suro rutin dilaksanakan setiap tahun di Bulan Muharram. Tradisi ini muncul dari para budayawan dan penghayat di Desa Sidomulyo, untuk menghormati para leluhur.
“Kami rutin melaksanakan tradisi Pawon Suro. Dalam tradisi itu, kami membuat bubur atau jenang suro. Bertujuan untuk mensucikan diri. Juga mensucikan desa dari mara bahaya,” tutur Suharto, Selasa (8/8/2023).
Bubur Suro tersebut dibuat oleh warga dan untuk warga. Dibuat menggunakan wajan yang ukurannya cukup besar. Butuh waktu sekitar tiga jam untuk membuat bubur tersebut.
“Bubur ini dibuat murni dari sumbangsih warga. Baik dari bahan pokoknya maupun tenaga pembuatnya. Dimana dua orang warga secara bergantian mengaduk bubur tersebut selama tiga jam,” paparnya.
Setelah jadi, bubur tersebut akan dimasukkan ke dalam takir atau tempat makan yang terbuat dari daun pisang. Bubur tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah menu pelengkap lain. Seperti telor, tempe, abon dan lain sebagainya.
Selain dibagikan kepada warga. Bubur Suro itu juga diarak ke Punden desa setempat sebagai tanda ‘ulubekti’. Atau memberi penghargaan kepada sesepuh atau leluhur yang pertama kali menempati Desa Sidomulyo.
“Setelah jadi dan dibagikan kepada masyarakat. Kami juga mengarak bubur tersebut ke punden. Ini kami lakukan sebagai tanda ulubekti kepada sesepuh yang sudah ‘babat alas’ atau menempati Desa Sidomulyo pertama kali,” ujarnya.
Bubur Suro itu diarak sekitar satu kilometer menuju Punden tersebut. Diarak oleh para perangkat desa, budayawan, penghayat dan tokoh-tokoh lintas agama. Setibanya di punden, Bubur Suro itu terlebih dahulu akan dilakukan doa lintas agama.
“Dalam iring-iringan, kami juga membagikan takir berisikan bubur kepada warga. Total lebih dari 200 takir yang akan dibagikan kepada masyarakat sekitar,” ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Aries As Sidiq menyampaikan, tradisi tersebut wajib untuk terus dilestarikan. Selain sebagai uri-uri budaya, lewat tradisi semacam ini, diharapkan kedepannya mampu mengangkat wisata budaya di Kota Batu.
“Pemkot Batu sangat mendukung kegiatan semacam ini. Sebab itu tradisi ini harus terus dilestarikan. Dengan harapan, dapat mengangkat wisata berbasis budaya di Kota Batu,” tutupnya. (Ananto Wibowo)
The post Pawon Suro, Sucikan Diri dan Desa dari Mara Bahaya appeared first on infomalangraya.com.