Kurikulum Cinta, yang Tidak Buta

Islam mengajarkan kurikum cinta tidak buta, Islam mengajarkan cinta karena Allah dan benci juga karena Allah 

InfoMalangRaya.com | BELAKANGAN ini, wacana mengenai Kurikulum Cinta tengah ramai diperbincangkan. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengungkapkan rencana penerapan kurikulum ini sebagai pengganti Kurikulum Merdeka.

Namun, apakah cinta yang dimaksud benar-benar mencerminkan hakikat cinta yang sebenarnya?  

Jika menengok ke belakang, tagline “Islam Cinta” atau “Islam Rahmah” sejatinya bukan hal yang baru. Gerakan ini kerap digaungkan oleh segelintir kalangan.

Sayangnya, tak jarang mereka yang mengusung slogan cinta justru bertolak belakang dengan esensi cinta dalam Islam. Mereka menampilkan wajah lembut terhadap kekufuran, menjalin hubungan harmonis dengan penjajah Zionis, namun di saat yang sama, bersikap intoleran terhadap saudara seiman.

Jika cinta yang mereka propagandakan melahirkan sikap lunak terhadap kebatilan, tetapi keras terhadap kebenaran, maka patut dipertanyakan, cinta macam apa yang dimaksudkan?

Islam: agama cinta yang tidak buta

Islam memang mengajarkan cinta. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih diutamakan daripada cinta kepada apa pun di dunia ini.

Bahkan, kecintaan kepada saudara seiman hingga menginginkan kebaikan untuk mereka sebagaimana kebaikan itu ada pada diri sendiri adalah bagian dari kesempurnaan iman.

Namun, Islam tidak hanya berbicara tentang cinta, Islam juga mengajarkan benci karena Allah. 

Jika cinta yang digaungkan berarti merelakan hukum Allah dikesampingkan, tunduk pada sekulerisme atas nama cinta, serta membiarkan kemungkaran merajalela demi slogan semu, maka cinta semacam ini bukanlah cinta yang diridhai Allah.  

Seperti contohnya yang diungkapkan oleh Haidar Bagir dalam bukunya “Islam: The Faith of Love and Happiness”, ia menegaskan bahwa hukum dan ideologi harus tunduk kepada spiritualitas dan kasih sayang.

Paradigma ini, katanya, adalah satu-satunya cara agar Islam memiliki masa depan yang cerah dan membawa maslahat dan kedamaian.

Padahal, siapa yang lebih mengetahui maslahat bagi hamba-hamba-Nya selain Ar-Rahman?

Ketika hukum-Nya dikesampingkan dan diganti dengan aturan sekuler atas nama cinta, yang terjadi bukanlah kedamaian dan kesejahteraan, melainkan kerusakan dan kesenjangan di berbagai belahan dunia.

Cinta dan benci karena Allah

Islam tidak hanya mengajarkan cinta, tetapi juga membimbing umatnya untuk membenci segala bentuk kemungkaran. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya; “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) 

Para ulama telah sepakat bahwa membenci kemungkaran adalah kewajiban. Imam An-Nawawi dalam “Syarah Shahih Muslim” menyatakan: 

 أجمع العلماء على أن ووجبت كراهته بقلبه

“Para ulama sepakat bahwa wajibnya membenci kemungkaran dengan hati.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, XII/230)

Imam Asy-Syafi’i pun pernah berkata dengan ungkapan yang sangat masyhur: 

“Aku mencintai orang-orang shalih, meskipun aku bukan termasuk di antara mereka. Semoga bersama mereka aku bisa mendapatkan syafa’at kelak. Aku membenci para pelaku maksiat, meskipun aku tak berbeda dengan mereka.”

Pertanyaannya, apakah berbagai “Gerakan Islam Cinta” itu benar-benar berlandaskan Islam, atau justru merestui sekulerisme dengan dalih cinta?

Apakah “Kurikulum Cinta” yang akan diterapkan merupakan bentuk cinta yang sejati, atau justru cinta semu yang memposisikan ketundukan pada ideologi sekuler? 

Kita tunggu rumusannya, meski jika berfikir lebih mendalam dan berkaca pada realita selama ini, maka dapat sedikit terbaca arahnya kemana.

Jika yang terjadi adalah penyusupan nilai-nilai sekulerisme dan derivasinya dalam kedok cinta kepada peserta didik, maka kewajiban kita tentu adalah saling menasihati.

Ini adalah wujud cinta dan kepedulian yang sebenarnya kepada peserta didik, kepada pemangku kebijakan, dan kepada negara ini.

Allah Swt berfirman: 

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31). Wallahu A’lam.* 

Penulis dosen Pendidikan Agama Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *