Kabupaten Malang,-PDAM Kota Malang dituding tidak bertanggung jawab atas pengambilan air di daerah Sumberpitu Desa Duwet Krajan, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Alhasil, se kelompok warga dan petani yang tergabung di Forum Penyelamat Sumber Pitu melakukan penyegelan sebuah tandon di Desa Wringinanom Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
Untuk diketahui tandon di Desa Wringinanom tersebut adalah tandon air yang diambil dari Sumberpitu. Tandon tersebut ada dua, yakni milik PDAM Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Ketua Tim Advokasi Forum Penyelamat Sumber Pitu, Zulham Mubarak menjelaskan, penyegelan ini didasari atas tidak dipenuhinya komitmen dari PDAM Kota Malang, PDAM Kabupaten Malang, dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.
Komitmen itu adalah salah satunya membangun jaringan air dan embung bagi petani sekitar.
“Tapi yang kita lihat saat ini mas tidak itu kompensasi. Terlebih dari PDAM Kota Malang yang banyak memanfaatkan mata air itu melalui tandon di Wringinanom,” tutur Zulham, Senin (12/09/2022).
Zulham juga menuturkan, selama ini PDAM Kota Malang tidak membayar retribusi padahal selama ini menggunakan air dari wilayah Kabupaten Malang. PDAM Kota Malang pun, sebut Zulham, mengkomersialkan air tersebut.
“Dan yang kedua agar PDAM Kota Malang ini tahu juga. Mereka menggunakan air Kabupaten Malang tapi tidak membayar retribusi. Sudah setahun lebih tanpa ada retribusi,” tuturnya.
Penyegelan itu pun dilakukan bersama puluhan orang dan petani. Terlihat, puluhan warga membawa gembok dan rantai menuju pintu tandon. Setelah itu, mereka menggembok pagar.
“Dan sebelumnya saya dan teman-teman petani dan warga sekitar yang terdampak pada hari Jumat kemarin sudah menutup akses tandon air,” tuturnya.
Untuk diketahui, akses tandon air yang tutup ialah milik PDAM Kabupaten Malang. Namun, jika saluran air ke tandon PDAM Kabupaten Malang ditutup, otomatis tandon PDAM Kota Malang tidak terisi.
Alhasil, Zulham memastikan, 3 ribu warga Kota Malang tidak teraliri air. Terkait hal tersebut, Zulham memahami konsekuensinya.
Namun, dia mengatakan, tindakan tersebut harus dilakukan karena permasalahan tersebut sudah berlarut-larut.
“Sudah terlalu lama mas. Sudah tujuh tahun. Yang melakukan penutupan itu ya warga dan petani,” tuturnya.
Sementara itu, Perwakilan Petani dari Sukoanyar, Yatmo menjelaskan, sejak adanya proyek tandon tahun 2015, sawahnya kekurangan air.
“Sangat kurang sekali. Apalagi musim-musim nggak hujan, musim kemarau ini terus tidak kondusif,” tuturnya.
Pembangunan tandon air tersebut pun kata dia juga tidak ada sosialisasi sebelumnya.
“Saya ini sudah bodoh dan sekarang merasa dibodohi. Bagaimana wakil-wakil dari rakyat ini disampaikan permintaan dari petani tolong ini diperhatikan,” tuturnya.
Sementara itu, Yatmo kini pun tidak berani menanam padi. Karena air tidak mencukupi untuk mengaliri airnya.
“Kondisi air ya kurang. Kalau musim ini aja belum berani menanam padi. Ini masih hujan ada hujan belum berani menanam padi, karena airnya juga tidak mencukupi,” tuturnya.
Sebelum adanya tandon itu pun, Yatmo mengaku kebutuhan air dari sumber mata air Sumberpitu cukup untuk warga dan petani sekitar atau 11 desa di dua kecamatan, yakni Pakis dan Tumpang.
“Kalau kekurangan pun wajar gak separah ini,” tuturnya.
Dia pun sebelumnya telah berupaya untuk merebut kemanfaatan Sumberpitu untuk warga sekitar. Dia sudah mengadu ke DPRD Kabupaten Malang dua kali.
“Solusinya tidak ada nadi tidak ada respons. Katanya mau dibuatkan pipa dan sumur bor lah. Tapi gak ada,” tuturnya.
Sementara itu, Humas PDAM Neni tidak menanggapi banyak. Dia hanya mengatakan, saat ini permasalahan itu sedang dibahas oleh Kementrian PUPR dan BBWS Brantas.
“Kami manut dan menunggu hasil pembahasan terkait masalah tersebut,” tutupnya